Kamis, 21 Januari 2010

Gizi buruk

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Protein-energy malnutrition atau kekuranagan energi protein adalah masalah kesehatan dunia yang cukup serius pada anak-anak di dunia. Kekurangan energi protein ini dapat mengakibatkan gizi buruk dan jika parah dapat menimbulakan kwashiorkor, marusmus, dan marasmik kwashiorkor. Gizi buruk merupakan masalah yang harus mendapat perhatian khusus, karena dapat menimbulkan hilangnya generasi yang berkualitas. Kualitas bangsa di masa depan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita.

B. Definisi Masalah

Anak berumur 4 tahun dibawa ke Rumah Sakit Moewardi dengan keluhan kurus dan status gizi pada KMS di bawah garis merah.

Anamnesis : kurus sejak 3 bulan, sulit makan, rambut mudah rontok, kaki sering kram, buta senja.

Pemeriksaan : BB 10 kg, TB 95 cm, kurus, lemah, lemak subkutan hilang, tulang terlihat jelas, kulit keriput, otot atropi, tugir jelek, wajah tua, rambut tipis mudah rontok, bintik bitot pada mata, abdomen sejajar torak, usus terlihat jelas, hepar membesar, badan dingin, ada pitting edema pada ekstermitas bawah, tidak pada skrotum, tidak ada crazy pavement dermatosis, reflek patela negatif.

C. Tujuan Penulisan

1. menyelesaikan tugas tutorial

2. mengenal dan mengetahui gangguan malnutrisi

3. menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan marasmik kwashirokor.

D. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar sistem endokrinologi.

2. Mahasiswa dapat menerapkan konsep dan prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer pada penyakit akibat defisiensi protein-energi.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Malnutrisi Energi-Protein

Penyebab

Malnutrisi umum yang terjadi di negara berkembang umumnya adalah kekurangan asupan kalori total dan protein total. Anak kecil cenderung terserang karena mereka mengalami peningkatan kebutuhan metabolik akan zat gizi selama fase pertumbuhan awal yang cepat dan karena sering tidak dapat memenangkan persaingan untuk mendapatkan sumber makanan yang terbatas.

Marasmus dan kwashiorkor adalah bagian spektrum klinis malnutrisi energi protein; kwashiorkor adalah gangguan yang lebih ekstrim. Konsep awal tentang marasmus sebagai kekuranngan kalori murni dan kwashiorkor sebagai kekurangan proteim murni saat ini dipertanyakan. Pada sebagian besar kasus, unsur kedua kondisi tersebut ada dan menyebabkan meningkatnya pemakaian istilah malnutrisi energi protein (MEP).

Gambaran Klinis

A. Efek perkembangan

1. Retardasi pertumbuhan. Perbandingan berat dan tinggi anak menurut usia merupakan ukuran MEP paling akurat. Namun, penetapan nilai normal itu sendiri menimbulkan masalah. Jika ukuran berat dan tinggi di Amerika Serikat digunakan di masyarakat bukan industri, sekitar 80% anak akan masuk dalam kelompok pertumbuhan terhambat. Teori sebelumnya yang menyebutkan bahwa faktor genetik mungkin menyebabkan perbedaan ini telah dipertanyakan karena generasi pertam keturunan imigran ke AS memiliki tinggi dan berat yang sebanding jika mereka mengkonsumsi makanan serupa.

2. Gangguan kecerdasan. Peran MEP pada gangguan perkembangan kecerdasan masih dipertanyakan, meskipun makin banyak bukti yang menunjukan bahwa malnutrisi pada 2 tahun pertama kehidupan menyebabkan gangguan menetap.

3. Gangguan imunitas. MEP berat berkaitan dengan gangguan pada kekebalan humoral dan seluler yang mengakibatkan tingginya insidensi infeksi serius.

B. Marasmus

Marasmus merupakan fase kompensasi terhadap MEP, dengan kekurangan kalori yang dikompensasi dengan katabolisme jaringan tubuh yang dapat dikeluarkan, yaitu jaringan adiposa dan otot rangka. Kalori dan asam amino tersebut digunakan untuk mempertahankan metabolisme sel normal.

Katabolisme jaringan adiposa dan otot menyebabkan penyusutan yang merupakan tanda marasmus. Akan kehilangan lemak subkutan, hanya memiliki tulang dan kulit pada ekstremitas, dan penyusustan otot dan lemak wajah menimbulkan wajah tua keriput.

Kadar serum albuminnormal dipertahanklan, tidak terjadi edema. Sintesis protein struktural dan enzim yang adekuat juga terus berlanjut.

C. Kwashiorkor

Merupakan fase dekompensasi MEP. Sementara asupan kalori total mungkin cukup, tidak demikian dengan protein, yaitu pada tahap katabolisme protein endogen tidak dapat mengkompensasi. Terjadi penurunan sintesis enzim dan protein struktural serta kadar albumin serum. Kegagalan metabolisme sel terjadi dan bermanifestasi di otak menyebabkan letargi dan somnolen. Manifestasi lainnya adalah edem, ascites, hepatomegali, rambut mudah rontok, dermatosis, anemia.

PEMBAHASAN

Pada skenario, oleh dokter pasien didiagnosis menderita marasmik kwashiorkor. Marasmik kwashiorkor adalh 1 dari 3 bentuk malnutrisi energi protein (MEP). Berikut ini perbandingan dan perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor berdasar manifestasi klinisnya.

Sedangkan pada marasmik kwashiorkor menunjukan manifestasi campuran antara marasmus dan kwashiorkor atau sering disebut marasmus dengan kwashiorkor. Pada skenario, memang terlihat pasien menunjukan manifestasi campuran dari marasmus dan kwashiorkor.

Pasien berumur 4 tahun dengan BB 10 kg. jika dilihat pada KMS, tampak BB pasien jauh di bawah garis merah. Ini berarti terjadi gangguan pertumbuhan pada pasien. Untuk penilaian status gizi pasien dengan cara lain, tidak bisa dilakukan, karena jenis kelamin pasien pada skenario tidak disebutkan.

Pasien tampak kurus, lemah, lemak subkutan menghilang. Hal ini disebabkan oleh kekurangn kalori. Ketika tubuh kekurangan kalori, tubuh melakukan kompensasi dengan katabolisme jaringan tubuh yaitu jaringan adiposa dan otot rangka. Kalori dan asam amino tersebut digunakan untuk mempertahankan metabolisme sel normal. Katabolisme jaringan adiposa dan otot menyebabkan penyusutan tubuh sehingga tubuh akan tampak kurus, lemak subkutan menghilang, sehingga tulang terlihat jelas. Penyusutan lemak dan otot wajah menimbulkan gambaran wajah lesu dan berkeriput. Karena kekurangan kalori itu pula, pasien tidak dapat memproduksi panas dengan baik sehingga badan pasien teraba dingin dan memilikipeluang terjadi komplikasi berupa hipotermia. Ini semua merupakan gejala dan tanda dari marasmus.

Pada skenario, pasien juga memiliki beberapa gejala dan tanda dari kwashiorkor, antara lain otot tampak atropi, tugor jelek, rambut tipis mudah dicabut, hepatomegali, dan edema.

Pada kwashiorkor, terjadi kekurangan asupan protein dimana katabolisme protein tidak dapat mengkompensasi. Akhirnya, terjadilah penurunan sintesis enzim dan protein struktural serta kadar albumin serum. Penurunan sintesis protein struktural mengakibatkan atropi pada otot. Selain itu, pembentukan rambut menjadi terganggu sehingga rambut menjadi mudah rontok. Penurunan produksi enzim pencernaan dalam usus disertai atropi otot usus halus mengakibatkan kegagalan penyerapan makanan dan menjadikan anak sulit makan. Penurunan kadar albumin serum akan menurunkan tekanan osmotik pembuluh darah sehingga cairan pada pembuluh darah akan tertarik keluar dan tertimbun dalam ruangan jaringan ekstravaskular sehingga menimbulkan edema.

Kekurangan protein pengangkut seperti apoprotein yang mengikat lemak, mengakibatkan lemak tertimbun di dalam hati. Penimbunan / perlemakan hati membuat hati menjadi besar / hepatomegali.

Biasanya pasien yang menderita MEP juga disertai dengan defisiensi vitamin dan mineral. Begitu pula dengan pasien pada skenario, disertai defisiensi vitamin A dan B6.

Vitamin A adalah sekelompok senyawa yang meliputi retinol dan provitamin beta-karoten. Sumber retinol adalah hati dan produk susu, sedang beta-karoten ada pada sayuran berdaun hijau atau kuning, seperti wortel.

Efek paling awal defisiensi vitamin A adalah gangguan penglihatan di waktu malam (niktalopia). Penglihatan malam adalah fungsi sel batang retina dan rodopsin, yaitu pigmen yang peka cahaya. Pada defisiensi vitamin A terjadi kegagalan regenarasi rodopsin pada sel batang. Juga, epitel skuamosa mengalami penebalan akibat hiperplasia dan keratinisasi berlebih, mengakibatkan konjungtiva menjadi keruh, kering dan berkerut. Muncul bercak bitot atau plak putih meninggi yang tersusun oleh debris keratinaseaosa.

Piridoksin atau vitamin B6 cukup penting. Salah satu perannya adalah pada sintesis asam gamma amino butirat neurotransmiter. Defisiensi vit B6 menyebabkan refleks pattela negatif.

PENUTUP

SIMPULAN

1. Berdasar manifestasi yang ada pada pasien, menunjukan marasmik kwashiorkor, karena memiliki manifestasi dari keduanya yaitu marasmus dan kwashiorkor.

2. Marasmus menunjukan manifestasi klinis lebih karena kekurangan kalori, sedangkan kawashiorkor lebih pada kekurangan protein.

SARAN

Sebaiknya pemerintah dan masyarakat bekerjasama dengan baik dalam menanggulangi, terutama mencegah gizi buruk yang dapat menimbulkan marasmus, kwashiorkor, atau marasmik kwashiorkor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2008. Malnutrisi. http://www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk.php?idktg=10&iddtl=628 (29 April 2008).

2. Anonim. 2000. Mother and Child Nutrition in The Tropics and Subtropics-Protein Energy Malnutrition. http://www.oxfordjournals.org/our_journals/tropej/online/mcnts_chap7.pdf (29 April 2008).

3. Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 17th . Jakarta: EGC.

4. Murray, Robert K (et al). 2003. Biokimia Harper. 5th ed. Jakarta : EGC.

5. Parakrama Chandrasoma dan Clive R Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar